Sabtu, 06 November 2010

STUDY KASUS ISD KE-2

STUDY KASUS:
Keluarga: Revitalisasi Pendidikan Budi Pekerti

Jakarta - Iklan layanan sosial yang mulai akrab dengan mata dan telinga kita adalah iklan layanan masyarakat tentang gratisnya pendidikan di Indonesia oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Iklan yang banyak diputar di berbagai stasiun televisi ini cukup menggugah dan menjanjikan.

Tidak heran kalau iklan ini diputar sebelum pemilu legislatif sebagai ikon keberhasilan pemerintah. Tapi, begitu banyak juga masalah yang dihadapi bangsa ini termasuk permasalahan besar yang terkait dengan pendidikan moral. Berbagai sistem dan teknis pendidikan banyak digulirkan untuk menjadikan standard kompetensi dan kualitas kelulusan dan diharapkan dengan sistem ini pendidikan kita menjadi lebih bersaing di pasar global.

Terlepas dari semua pernak-pernik sistem pendidikan di Indonesia maka dasar dari semua itu hulunya ada di fungsi keluarga. Keluarga sebagai salah satu pranata sosial yang ada dalam masyarakat memainkan peranan yang besar dalam pembentukan pola perilaku dan internalisasi nilai yang normatif. Atau dalam konsep Peter Berger disebut internalisasi.

Doktrin nilai dan perilaku keluarga untuk memberikan aktualisasi dan penerapan kurikulum moral yang memadai bagi anak didik tetap merupakan hal yang berat. Hal yang paling sepele adalah lunturnya nilai-nilai kearifan budaya lokal dan tergerusnya norma kejujuran di dalam ranah aktivitas kita.

Begitu banyak penyakit dan masalah yang melanda bangsa ini karena ketidakjujuran. Banyak terjadi hal negatif akibat daripadanya. Korupsi, prostitusi, perselingkuhan, kecurangan pemilu, tidak berfungsinya lembaga-lembaga negara, suap, penggelapan pajak, tumpulnya penegak hukum, membuat tidak berdayanya negara.

Semua hal di atas dikarenakann sudah semakin mahalnya sebuah nilai yang bernama 'kejujuran'. Kejujuran dan budi pekerti yang baik menjadi sangat berharga sehingga semua permasalahan yang ada apabila diaplikasikan nilai-nilai keduanya niscaya masalah tersebut akan bisa terpecahkan.

Meningkatkan kompetensi dengan menaikkan standard kelulusan untuk ujian akhir nasional (UAN) patut diapresiasi dengan baik. Mungkin di satu sisi menaikkan kualitas lulusan di lain pihak justru menjadi ajang perbuatan tidak jujur lainnya.

Banyaknya kebocoran jawaban UAN entah disengaja atau tidak itu memperlihatkan bobroknya sistem pendidikan kita. Bagaimana mau menjadi lebih jujur dan bersih jikalau di lembaga atau institusinya sudah bertindak tidak jujur. Ternyata kejujuran itu menjadi sangat mahal dan dapat diperjualbelikan di negara yang bernama Republik Indonesia ini.

Proses Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga meski tidak terhubung secara langsung dengan pembangunan sistem pendidikan Indonesia akan tetapi membentuk dan menstimulisasi karakter anak didik dikaitkan dengan status sosial ekonomi, fisik, gender, kemampuan, dan temperamen (penick and Jepsen,1992). Bahkan, Mortimer pada tahun 1992 menyatakan variabal yang paling berpengaruh dalam rencana pendidikan dan pembentukan karakter adalah pendidikan dalam keluarga.

Tidak bisa dipungkiri lagi pendidikan dalam keluarga dilatarbelakangi dari pengaruh pengetahuan dan kemauan orang tua dalam mengarahkan dan memberikan pilihan-pilihan karakter pengembangan seorang anak. Kemampuan mendidik dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap anak akan tergambarkan dari kemampuan anak dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

Meskipun banyak penelitian yang menjadikan peranan keluarga sebagai satu aspek penting dalam suksesnya kebijakan pendidikan proses pembentukan patron teladan dalam keluarga juga memberikan pandangan tentang alternatif pengaruh interaksi, komunikasi, dan perilaku. Anak sebagai unsur dalam keluarga mempelajari norma, aspirasi, dan nilai-nilai kebenaran.

Internalisasi nilai akan berlangsung lama dan akan berpengaruh terhadap kualitas anak. Baik dalam menerima stimulus pendidikan di sekolah atau keterampilan life skill lainnya.

Model keluarga sehari-hari yang memfungsikan standard kearifan budaya, budi pekerti, kejujuran, dan harapan bisa tergambar dalam banyak cara. Hal tersebut akan mewadahi kepercayaan diri dan kemampuan beradaptasi anak terhadap lingkungannya dan mewarnai filosofi hidup di masa yang akan datang.

Dalam proses pembelajaran anak tentang peranan hidup keluarga memberikan peranan, memberikan ketrampilan dan nilai yang tidak didapatkan di bangku sekolah (Grinstad dan Way,1993) sehingga kemandirian anak dan kecepatan adaptasi anak untuk mengakselerasi ilmu serta ketrampilan menjadi sangat berkembang.

Untuk mendukung kemampuan keluarga yang bisa menghasilkan kualitas sumber daya manusia unggulan hendaknya masyarakat menghidupkan kembali peranan pranata sosial kita yaitu keluarga dengan nilai-nilai simbolik yang sangat sederhana. Namun, sarat makna. Interaksi peran antara ayah, ibu, dan anak menjadi variable yang sangat penting dalam proses penyadaran dan penanaman nilai nilai kebajikan.

Revitalisasi Nilai Budi Pekerti
Peranan keluarga untuk mengasah life skill lewat norma dan nilai dalam keluarga akan menjelmakan kembali dan mendukung kembalinya kearifan budaya serta pendidikan budi pekerti yang selama ini terpinggirkan.

Jika demikian pendidikan formal yang hanya sampai pada ranah kognitif berpengaruh pada model pengajaran yang hanya berupa norma terstandardisasi. Ajaran kebaikan dan perilaku yang ada dalam sistem pendidikan nonformal dijadikan sebagai penyeimbang bagi transformasi sains dan teknologi.

Peran semacam ini terkadang tidak disadari dan terabaikan oleh keluarga. Posisi orang tua seakan hanya bertugas memberi layanan fisik. Tapi, sangat jarang berurusan dengan pendidikan agama, moral, etika sang anak.

Jika orang tua tidak bisa memberikan perannya secara maksimal pada anak tentu sikap anak cenderung untuk melakukan pembenaran-pembenaran terhadap hal yang salah sekali pun. Sebab, kepada orang tualah anak melakukan identifikasi diri.

Proses menirukan nilai normatif orang tua dalam kehidupan kesehariannya menjadi sebuah kepastian sehingga tidak salah kalau ada idiom anak adalah cerminan orang tua. Kita tidak heran banyak siswa yang lulus memiliki nilai pendidikan formal dan keilmuan sangat tinggi. Tetapi, moral kepribadiannya masih layak dipertanyakan. Dengan kata lain pendidikan budi pekerti di sekolah hanya mampu melahirkan orang orang 'pragmatis' bukan kualitas 'intelektual' yang bermoral.

Di momen Hari Pendidikan Nasional ini mari kita kembalikan pendidikan keluarga sebagai salah satu solusi penanaman nilai dan patron teladan bagi sistem yang ada sehingga apa yang menjadi harapan pendidikan sebagai backbone pembangunan akan terealisasi dengan terciptanya generasi yang tangguh, jujur, dan berbudi pekerti luhur. Apa pun sistem dan metode pendidikannya peranan keluargalah juaranya.

SUMBER:http://suarapembaca.detik.com/read/2009/05/02/175149/1125213/471/keluarga-revitalisasi-pendidikan-budi-pekerti

C.Individu, Keluarga dan Masyarakat

C.Individu, Keluarga dan Masyarakat

PENDAHULUAN

Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang hidup dalam kelompok dan mempunyai organisme yang terbatas di banding jenis mahluk lain ciptaan Tuhan. Untuk mengatasi keterbatasan kemampuan organisasinya itu, menusia mengembangkan sistem-sistem dalam hidupnya melalui kemampuan akalnya seperti sistem mata pencaharian, sistem perlengkapan hidup dan lain-lain. Dalam kehidupannya sejak lahir manusia itu telah mengenal dan berhubungan dengan manusia lainnya. Seandainya manusia itu hidup sendiri, misalnya dalam sebuah ruangan tertutup tanpa berhubungan dengan manusia lainnya, maka jelas jiwanya akan terganggu.

Naluri manusia untuk selalu hidup dan berhubungan dengan orang lain disebut “gregariousness” dan oleh karena itu manusia disebut mahluk sosial. Dengan adanya naluri ini, manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kehidupannya dan memberi makna kepada kehidupannya, sehingga timbul apa yang kita kenal sebagai kebudayaan yaitu sistem terintegrasi dari perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian manusia dikenal sebagai mahluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus apat berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada dalam diri manusia yaitu :

  1. Menyatu dengan manusia lain yang berbeda disekelilingnya
  2. Menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya

Kesemua itu dapat terlihat dari reaksi yang diberikan manusia terhadap alam yang kadang kejam dan ramah kepada mereka. Manusia itu pada hakekatnya adalah mahluk sosial, tidak dapat hidup menyendiri. Ia merupakan “Soon Politikon” , manusia itu merupakan mahluk yang hidup bergaul, berinteraksi. Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan kesatuan-kesatuan manusia, kelompok-kelompok sosial yang berupa keluarga, dan masyarakat. Maka terjadilah suatu sistem yang dikenal sebagai sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang mengatur kehidupan mereka, memenuhi kebutuhan hidupnya.

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU

Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Istilah individu dalam kaitannya dengan pembicaraan mengenai keluarga dan masyarakat manusia, dapat pula diartikan sebagai manusia.

Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Didalam suatu kerumunan massa manusia cenderung menyingkirkan individualitasnya, karena tingkah laku yang ditampilkannya hampir identik dengan tingkah laku masa.

Pertumbuhan Individu

Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses pertumbuhan dan perkembangan lahir batin. Dalam arti bahwa individu atau pribadi manusia merupakan keselurhan jiwa raga yang mempunyai cirri-ciri khas tersendiri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli, namun diakui bahwa pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Timbul berbagai pendapat dari berbagai aliran mengenai pertumbuhan. Menurut para ahli yang menganut aliran asosiasi berpendapat, bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pada proses asosiasi yang primer adalah bagian-bagian. Bagian-bagian yang ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan ada pada kemudian. Bagian-bagian ini terikat satu sama lain menjadi keseluruhan asosiasi. Dapat dirumuskan suatu pengertian tentang proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh timbal balik dari pengalaman atau empiri luar melalui pancaindera yang menimbulkan sensations maupun pengalaman dalam mengenal keadaan batin sendiri yang menimbulkan sensation.

Menurut aliran psikologi gestalt pertumbuhan adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi yang pokok adalah keseluruhan sedang bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Jadi menurut proses ini keseluruhan yang lebih dahulu ada, baru kemudian menyusul bagian-bagiannya. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ini adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang semula mengenal sesuatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.

Konsep aliran sosiologi tentang pertumbuhan menganggap pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan:

  1. Pendirian Nativistik. Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat bahwa pertumbuhan itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir
  2. Pendirian Empiristik dan environmentalistik. Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik, mereka menganggap bahwa pertumbuhan individu semata-nmata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
  3. Pendirian konvergensi dan interaksionisme. Aliran ini berpendapat bahwa interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu.

Tahap pertumbuhan individu berdasarkan psikologi

  1. Masa vital yaitu dari usia 0.0 sampai kira-kira 2 tahun.

Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. meurut Frued tahun pertama dalam kehidupan individu itu sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidak nikmatan. Pendapat semacam ini mungkin beralasan kepaa kenyataan, bahwa pada masa ini mulut memainkan peranan penting dalam kehidupan individu. Bahwa anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya itu tidak karena multu merupakan sumber kenikmatan utama, melainkan karena pada waktu itu mulut merupakan alat utama untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Pada tahun kedua anak belajar berjalan, dan dengan berjalan itu anak mulai pula belajar menguasai ruang. Di samping itu terjadi pembiasaan tahu akan kebersihan. Melalui tahu akan kebersihan itu anak belajar mengontrol impuls-impuls yang datang dari dalam dirinya.

  1. Masa estetik dari umur kira-kira 2 tahun sampai kira-kira 7 tahun

Masa estetik ini dianggap sebagai masa pertumbuhan arasa keindahan. sebenarnya kata estetik diartikan bahwa pada masa ini pertumbuhan anak yang terutama adalah fungsi pancaindera. Dalam masa ini pula tampak muncuk gejala kenakalan yang umumnya terjadi antara 3 tahun sampai umur 5 tahun. Anak sering menentang kehendak orang atau, kadang sampai menggunakan kata – kata kasar, dengan sengaja melanggar apa yang dilarang dan tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan.

Adapun alasan anak berbuat kenakalan dalam usia tersebut adalah :

berkat pertumbuhan bahasanya yang merupakan modal utama bagi anak dalam menghadapi dunianya maka samapi-lah anak pada penyadaran ”aku”nya atau tahap menemukan ”akunya yaitu suatu tahap ketika anak menemukan dirinya sebagai subyek.

Kalau pada masa-masa sebelumya anak masih merasa satu dengan dunianya, belum mampu mengadakan pemisahan secara sadar antara dirinya sendiri sebgai subyek dan yagn lain sebagai obyek maka kemampuan ini kini dimilikinya. Berarti dia menyadari bahwa dirinya juga subyek seperti yang lain. sebagai subyek dia mempunyai kebebasan untuk menghendaki sesuatu.

Pada masa ini terjadi apa yang kita sebut dengan menghendaki dan kehendak yang dimiliki tidak dapat ditahan-tahan; makna tetapi kalau dia telah memperolehnya maka dia tidak lagi memperdulikannya dan menghendaki benda yang lain dan seterusnya

  1. Masa intelektual dari kira-kria 7 tahun sampai kira-kira 13 tahun atau 14 tahun

Ada beberapa sifat khas pada anak-anak masa ini antara lain :

a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah

b. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional

c. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri

d. Kalau tidak dapat menyelesaikan ssesuatu soal maka soal itu dianggap tidak penting

e. Senang membandingkan dirinya dengan anak lain

f. Adanya minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit

g. Amat realistik ingin tahu, ingin belajar

h. Gemar membentuk kelompok sebaya

  1. Masa sosial, kira-kira umur 13 atau 14 tahun sampai kira-kira 20 – 21 tahun

KELUARGA DAN FUNGSINYA DIDALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahrikan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat.

Keluarga merupakan gejala universal yang terdapat dimana-mana di dunia ini. Sebagai gejala yang universal, keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga .

1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Yang mengiakat suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang adopsi.

2. para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk suatu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua anak saja

3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan

4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.

Emile Durkheim mengemukakan tentang sosiologi keluarga dalam karyanya : Introduction a la sosiologi de la famile (mayor Polak, 1979: 331). Bersumber dari karya ini muncul istilah : keluarga conjugal : yaitu keluarga dalam perkawinan monogamy, terdiri dari ayah, ibi, dan anak-anaknya. Keluarga conjugal sering juga disebut keluarga batih atau keluarga inti. Koentjaraningrat membedakan 3 macam keluarga luas berdasarkan bentuknya :

  1. keluarga luas utrolokal, berdasarkan adapt utrolokal, terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih/inti anak laki-laki maupun anak perempuan
  2. keluarga luas viriolokal, berdasakan adapt viriolokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga inti dari anak-anak lelaki
  3. Keluarga luas uxorilokal, berdasarkan adapt uxorilokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keuarga batih/inti anak-anak perempuan

Emilie Durkheim mengemukakan tentang sosoiologi kelaurga dalam karyanya “Introduction a la sosiologi de la familie”. bersumber dari karya Emilie inilah muncul istilah keluarga konjugal. Keluarga conjugal adalah keluarga dalam perkawinan monogamy,terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga konjugal sering juga disebut keluarga inti atau keluarga batih, untuk membedakannya dengan keluarga inti atau konsanguin.

MASYARAKAT SUATU UNSUR DARI KEHIDUPAN MANUSIA

Masyarakat adalah suatu istilah yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, ada masyarakat kota, masyarakat desa, masyarakat ilmiah, dan lain-lain. Dalam bahas Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin socius, yang berarti “kawan” istilah masyarakat itu sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu Syaraka yang berarti “ ikut serta, berpartisipasi”

Peter L Berger, seorang ahlisosiologi memberikan definisi masyarakat sebagai beriktu : “ masyarakat merupakan suatu keseluruhan komplkes hubungan manusia yang luas sifatnya.”. Koentjaraningrat dalam tulisannya menyatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia atau kesatuan hidup manusiayang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam psikologi sosial masyarakat dinyatakan sebagai sekelompok manusia dalam suatu kebersamaan hidup dan dengan wawasan hidup yang bersifat kolektif, yang menunjukkan keteraturan tingkah laku warganya guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan masing-masing.Menilikkenyataan dilapangan, suatu masyarakat bisaberupa suatu suku bangsa, bisa juga berlatar belakang dari berbagai suku.

PENDAHULUAN

Pemuda adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di Indonesia dewasa ini sangat beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan pendidikan. Keragaman tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda.

Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengauh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.

Jadi jelaslah sekarang keragaman pemuda Indonesia dilihat dari kesempatan pendidikannya serta dihubungkan dengan keragaman penduduk dalam suatu wilayah, maka proses sosialisasi yang dialami oleh para pemuda sangat rumit. Sehubungan dengan perkembangan individu pemuda itu sendiri dan dalam rangka melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, maka pengalaman-pengalaman yang dialaminya itu kadang membingungkan dirinya sendiri.

Pemuda Indonesia

Pemuda dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda diperinci dan tersurat dengan pasti. Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut :

Masa bayi : 0 – 1 tahun

Masa anak : 1 – 12 tahun

Masa Puber : 12 – 15 tahun

Masa Pemuda : 15 – 21 tahun

Masa dewasa : 21 tahun keatas

Dilihat dari segi budaya atau fungsionalya maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut :

Golongan anak : 0 – 12 tahun

Golongan remaja : 13 – 18 tahun

Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas

Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun adalah usia yang telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik pemerintah maupun swasta

Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi terdahulu. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :

1. Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah

2. Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi

3. Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.

Sosialisasi Pemuda

Melalui proses sosialisasi, seorang pemuda akna terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial.

Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :

1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi dandapt dipercaya

2. Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial

INTERNALISASI, BELAJAR DAN SPESIALISASI

Ketiga kata atau istilah tersebut pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial. istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-nroma individu yang menginternasilasikan norma-norma tersebut. Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oleh seorang individu. istilah spesialisasi ditekankan pada kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama