STUDY KASUS:
Keluarga: Revitalisasi Pendidikan Budi Pekerti
Jakarta - Iklan layanan sosial yang mulai akrab dengan mata dan telinga kita adalah iklan layanan masyarakat tentang gratisnya pendidikan di Indonesia oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Iklan yang banyak diputar di berbagai stasiun televisi ini cukup menggugah dan menjanjikan.
Tidak heran kalau iklan ini diputar sebelum pemilu legislatif sebagai ikon keberhasilan pemerintah. Tapi, begitu banyak juga masalah yang dihadapi bangsa ini termasuk permasalahan besar yang terkait dengan pendidikan moral. Berbagai sistem dan teknis pendidikan banyak digulirkan untuk menjadikan standard kompetensi dan kualitas kelulusan dan diharapkan dengan sistem ini pendidikan kita menjadi lebih bersaing di pasar global.
Terlepas dari semua pernak-pernik sistem pendidikan di Indonesia maka dasar dari semua itu hulunya ada di fungsi keluarga. Keluarga sebagai salah satu pranata sosial yang ada dalam masyarakat memainkan peranan yang besar dalam pembentukan pola perilaku dan internalisasi nilai yang normatif. Atau dalam konsep Peter Berger disebut internalisasi.
Doktrin nilai dan perilaku keluarga untuk memberikan aktualisasi dan penerapan kurikulum moral yang memadai bagi anak didik tetap merupakan hal yang berat. Hal yang paling sepele adalah lunturnya nilai-nilai kearifan budaya lokal dan tergerusnya norma kejujuran di dalam ranah aktivitas kita.
Begitu banyak penyakit dan masalah yang melanda bangsa ini karena ketidakjujuran. Banyak terjadi hal negatif akibat daripadanya. Korupsi, prostitusi, perselingkuhan, kecurangan pemilu, tidak berfungsinya lembaga-lembaga negara, suap, penggelapan pajak, tumpulnya penegak hukum, membuat tidak berdayanya negara.
Semua hal di atas dikarenakann sudah semakin mahalnya sebuah nilai yang bernama 'kejujuran'. Kejujuran dan budi pekerti yang baik menjadi sangat berharga sehingga semua permasalahan yang ada apabila diaplikasikan nilai-nilai keduanya niscaya masalah tersebut akan bisa terpecahkan.
Meningkatkan kompetensi dengan menaikkan standard kelulusan untuk ujian akhir nasional (UAN) patut diapresiasi dengan baik. Mungkin di satu sisi menaikkan kualitas lulusan di lain pihak justru menjadi ajang perbuatan tidak jujur lainnya.
Banyaknya kebocoran jawaban UAN entah disengaja atau tidak itu memperlihatkan bobroknya sistem pendidikan kita. Bagaimana mau menjadi lebih jujur dan bersih jikalau di lembaga atau institusinya sudah bertindak tidak jujur. Ternyata kejujuran itu menjadi sangat mahal dan dapat diperjualbelikan di negara yang bernama Republik Indonesia ini.
Proses Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga meski tidak terhubung secara langsung dengan pembangunan sistem pendidikan Indonesia akan tetapi membentuk dan menstimulisasi karakter anak didik dikaitkan dengan status sosial ekonomi, fisik, gender, kemampuan, dan temperamen (penick and Jepsen,1992). Bahkan, Mortimer pada tahun 1992 menyatakan variabal yang paling berpengaruh dalam rencana pendidikan dan pembentukan karakter adalah pendidikan dalam keluarga.
Tidak bisa dipungkiri lagi pendidikan dalam keluarga dilatarbelakangi dari pengaruh pengetahuan dan kemauan orang tua dalam mengarahkan dan memberikan pilihan-pilihan karakter pengembangan seorang anak. Kemampuan mendidik dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap anak akan tergambarkan dari kemampuan anak dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
Meskipun banyak penelitian yang menjadikan peranan keluarga sebagai satu aspek penting dalam suksesnya kebijakan pendidikan proses pembentukan patron teladan dalam keluarga juga memberikan pandangan tentang alternatif pengaruh interaksi, komunikasi, dan perilaku. Anak sebagai unsur dalam keluarga mempelajari norma, aspirasi, dan nilai-nilai kebenaran.
Internalisasi nilai akan berlangsung lama dan akan berpengaruh terhadap kualitas anak. Baik dalam menerima stimulus pendidikan di sekolah atau keterampilan life skill lainnya.
Model keluarga sehari-hari yang memfungsikan standard kearifan budaya, budi pekerti, kejujuran, dan harapan bisa tergambar dalam banyak cara. Hal tersebut akan mewadahi kepercayaan diri dan kemampuan beradaptasi anak terhadap lingkungannya dan mewarnai filosofi hidup di masa yang akan datang.
Dalam proses pembelajaran anak tentang peranan hidup keluarga memberikan peranan, memberikan ketrampilan dan nilai yang tidak didapatkan di bangku sekolah (Grinstad dan Way,1993) sehingga kemandirian anak dan kecepatan adaptasi anak untuk mengakselerasi ilmu serta ketrampilan menjadi sangat berkembang.
Untuk mendukung kemampuan keluarga yang bisa menghasilkan kualitas sumber daya manusia unggulan hendaknya masyarakat menghidupkan kembali peranan pranata sosial kita yaitu keluarga dengan nilai-nilai simbolik yang sangat sederhana. Namun, sarat makna. Interaksi peran antara ayah, ibu, dan anak menjadi variable yang sangat penting dalam proses penyadaran dan penanaman nilai nilai kebajikan.
Revitalisasi Nilai Budi Pekerti
Peranan keluarga untuk mengasah life skill lewat norma dan nilai dalam keluarga akan menjelmakan kembali dan mendukung kembalinya kearifan budaya serta pendidikan budi pekerti yang selama ini terpinggirkan.
Jika demikian pendidikan formal yang hanya sampai pada ranah kognitif berpengaruh pada model pengajaran yang hanya berupa norma terstandardisasi. Ajaran kebaikan dan perilaku yang ada dalam sistem pendidikan nonformal dijadikan sebagai penyeimbang bagi transformasi sains dan teknologi.
Peran semacam ini terkadang tidak disadari dan terabaikan oleh keluarga. Posisi orang tua seakan hanya bertugas memberi layanan fisik. Tapi, sangat jarang berurusan dengan pendidikan agama, moral, etika sang anak.
Jika orang tua tidak bisa memberikan perannya secara maksimal pada anak tentu sikap anak cenderung untuk melakukan pembenaran-pembenaran terhadap hal yang salah sekali pun. Sebab, kepada orang tualah anak melakukan identifikasi diri.
Proses menirukan nilai normatif orang tua dalam kehidupan kesehariannya menjadi sebuah kepastian sehingga tidak salah kalau ada idiom anak adalah cerminan orang tua. Kita tidak heran banyak siswa yang lulus memiliki nilai pendidikan formal dan keilmuan sangat tinggi. Tetapi, moral kepribadiannya masih layak dipertanyakan. Dengan kata lain pendidikan budi pekerti di sekolah hanya mampu melahirkan orang orang 'pragmatis' bukan kualitas 'intelektual' yang bermoral.
Di momen Hari Pendidikan Nasional ini mari kita kembalikan pendidikan keluarga sebagai salah satu solusi penanaman nilai dan patron teladan bagi sistem yang ada sehingga apa yang menjadi harapan pendidikan sebagai backbone pembangunan akan terealisasi dengan terciptanya generasi yang tangguh, jujur, dan berbudi pekerti luhur. Apa pun sistem dan metode pendidikannya peranan keluargalah juaranya.
SUMBER:http://suarapembaca.detik.com/read/2009/05/02/175149/1125213/471/keluarga-revitalisasi-pendidikan-budi-pekerti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar